« »

Selasa, 11 Oktober 2011

Kesalahan Akuntansi Paling Umum Oleh Pengusaha Kecil

Kesalahan Akuntansi Paling Umum Oleh Pengusaha Kecil

Kesalahan Akuntansi Pengusaha Kecil
Menjadi pengusaha—sekecil apapun skala usahanya—pastilah bukan perkara mudah. Membidik peluang dan mengubahnya menjadi bisnis adalah bakat yang hanya dimiliki oleh mereka (para pengusaha). Bagimana dengan urusan pembukuan, atau Akuntansi untuk skup yang lebih luas? Dari sekian banyak pengusaha, kecuali yang memiliki latar belakang keuangan, rata-rata tidak terampil untuk menerapkan prinsip-prinsip Akuntansi.
Seharusnya memang bukan masalah serius. Namun ada 2 hal yang membuat kesalahan ini menjadi penting untuk diketahui:
1. Catatan Transaksi Adalah Penting – Di satu sisi catatan transaksi sangat penting untuk keperluan pengembangan usaha ke depannya. Catatan penjualan misalnya, sangat membantu dalam menganalisa prospek perkembangan bisnis ke depan. Catatan utang sangat penting dimiliki agar tahu: berapa, kepada siapa dan kapan jatuh temponya. Catatan piutang (tagihan) juga tidak kalah pentingnya. Memperkirakan prospek penjualan dan  mengetahui utang-piutang saja, tidaklah cukup. Yang jauh lebih penting adalah mengetahui: seberapa menguntungkan bisnis yang sedang dijalankan? Apakah sudah saatnya melakukan pengembangan? Apakah layak untuk dicarikan tambahan modal? Dan lain sebagainya.  Untuk semua itu, diperlukan catatan yang akurat dan benar.
2. Mau Tidak Mau Melakukan Pencatatan Sendiri – Di sisi lainnya, tidak sedikit pengusaha (terutama pemilik usaha kecil mandiri/UKM), yang terpaksa melakukan pekerjaan administrasi sendiri—termasuk mencatat transaksi. Bisa dimengerti. Merekrut pegawai Akunting khusus hanya untuk mencatat transaksi di awal-awal perusahaan beropersi, tentulah bukan langkah yang tepat—berat diongkos. Iya kan?
Masalahnya: Kebanyakan pengusaha yang gape jualan, biasanya tidak gape untuk urusan Akuntansi—catat mencatat dan mengolah data transaksi.
Kesalahan paling umum sekaligus paling besar (dan bisa berpengaruh buruk terhadap perkembangan bisnis) yang biasa dilakukan oleh para pengusaha adalah: Mencatat ‘Penjualan’ sebagai ‘Pendapatan’.
Ijinkan saya menjelaskannya sedikit (saya jamin tidak akan rumit).
Katakanlah seorang pengusaha konveksi kecil menerima pesanan 100 potong baju kaos (T-shirt) dengan harga Rp 50,000 per potong. Sehingga total pesanan nilainya Rp 5,000,000. Untuk itu, pemesan membayar di muka sepenuhnya. Barang akan jadi dan dikirimkan bertahap: 50 potong di bulan pertama, sedangkan sisanya 50 potong lagi di bulan ke-2.
Atas uang yang diterima, jika dicatat (diakui) sebagai ‘Pendapatan’ pada saat itu juga, berarti pengusaha tersebut melakukan kesalahaan pencatatan. Kenapa salah?
Karena barang belum diserahkan. Prinsip akuntansi menganjurkan agar tidak mengakui pendapatan untuk barang/jasa yang belum diserahkan.
Dasar pertimbangannya sangat sederhana: Setiap transaksi bisnis selalu melibatkan hak dan kewajiban. Dalam contoh kasus ini pengusaha berhak atas pembayaran sebesar Rp 5,000,000, tetapi di sisi lainnya juga berkewajiban menyerahkan T-shirt sebanyak 100 potong. Dalam Akuntansi: dilarang mengakui hak jika kewajiban belum dilaksanakan. Artinya, dilarang mengakui pendapatan jika barang pesanan pembeli belum dikirimkan (diserahkan).
Mengapa dilarang?
Katakanlah pengusaha mencatat uang yang diterima tersebut sebagai pendapatan. Akhir bulan mungkin pengusahanya mau hitung laba atau rugi. Pendapatan ada, lalu biayanya?  Mungkin hanya setengah saja yang timbul di bulan yang sama, karena setengahnya lagi baru timbul di bulan berikutnya (ingat: barang baru selesai 2 bulan kemudian). Sehingga labanya menjadi terlihat lebih besar dari yang seharusnya. Apa yang terjadi di bulan ke-2? Tidak ada pendapatan (karena semuanya sudah diakui di bulan pertama), tapi ada banyak biaya yang timbul. Sehingga terlihat rugi.
Situasinya akan menjadi semakin sulit jika ternyata barang yang jadi dengan kwalitas layak hanya 90 potong. Sedangkan yang 10 potongnya lagi cacat. Sehingga, kewajiban yang bisa diserahkan hanya sebesar Rp 4,500,000 saja.  Sementara, pendapatan terlanjur diakui Rp 5,000,000.
Solusinya? Akui pendapatan hanya untuk barang yang sudah diserahkan saja. Sehingga, atas uang Rp 5,000,000 tersebut, saat diterima hanya dicatat sebagai ‘Pendapatan Diterima di Muka’ dan jangan diikut sertakan dalam perhitunga Laba/Rugi. Nanti kalau barang sudah diserahkan, catatan ‘Pendapatan Diterima Dimuka’ diubah menjadi ‘Pendapatan’ senilai yang diserahkan saja (misalnya: Rp 2,500,000 untuk 50 potong T-shirt yang sudah dikirimkan). Dan ini boleh dimasukan dalam perhitunga Laba/Rugi.
Dengan demikian, maka: (1) pendapatan menjadi bisa dilawankan dengan biaya; dan (2) tidak terlalu banyak mengakui pendapatan dan laba di bulan pertama.
Jika panduan ini terlalu rumit, mungkin ada baiknya menyerahkan pekerjaan ini pada orang yang benar-benar tahu bagaimana mencatat transaksi bisnis dengan benar. Sehingga tidak terjadi kesalahan-kesalan tidak perlu yang bisa mempengaruhi kelangsungan usaha secara keseluruhan.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons